Informasi Unik - Saat kita masuk ke
dalam kehidupan bermasyarakat, kita akan melihat banyak sekali hal yang
berjalan tidak semestinya. Apa yang kita pelajari waktu kita kecil sangat
berbeda dengan saat kita dewasa. Ini merupakan hal yang kecil, namun mempunyai dampak yang sangat besar saat kita sudah dewasa. Berikut 6 hal kecil yang saya pelajari waktu
kecil, namun bertolak belakang ketika saya dewasa:
1.
Perang
Saat kecil, kita
belajar Agama ataupun Pancasila, kita diajarkan untuk saling menghormati dan
menghargai segala perbedaan, karena Negara kita terdiri dari banyak suku dan
budaya. Kita juga diajarkan untuk tidak mudah terpancing atau terhasut oleh oknum-oknum tertentu.
Di Indonesia saja, saat
kita menonton berita, hampir setiap hari terjadi kasus tawuran entah antar
Pelajar, Supporter sepak bola, atau antar suku. Kalian berpendidikan dan
mempunyai pengalaman hidup, kenapa dengan bodohnya
gampang terhasut dan terprovokasi. Apa
yang sebenarnya anda dapatkan dari kegiatan ini?
2.
Pengemis yang pura-pura cacat
Saat kita kecil dulu,
kita di ajarkan untuk tidak meminta-minta pada orang, kita di ajarkan juga
untuk bekerja keras guna memenuhi kebutuhan kita. Dan tidak lupa kita di
ajarkan juga untuk memberi sedekah kepada mereka yang tidak mampu. Namun saat
ini, Pengemis telah menjadi sebuah profesi yang mampu menghasilkan puluhan juta
dalam sebulan, jauh melebihi gaji seorang akuntan atau bisa setara dengan gaji
Manager.
ketika kita berada di
pinggir jalan atau lampu merah, kita akan dengan mudah menjumpai mereka. Memang
ada beberapa yang wajib kita beri. Namun bila saya melihat dari segi umur yang
masih muda serta anggota tubuh yang lengkap, kenapa tidak bekerja sebagai kuli
bangunan, pembantu rumah tangga, atau belajar keterampilan lainnya. Itu jauh
lebih mulia daripada sekedar meminta-minta.
3.
Pembalakan liar
Saat SD (Sekolah Dasar)
kita belajar pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan dijelaskan bahwa
Indonesia kaya akan hutan dan perpohonan di setiap pulaunya. Dan tugas generasi
muda untuk menjaganya agar tidak rusak.
Luas hutan di Indonesia
sendiri mencapai 133 juta ha (hektar are) di 33 kota serta mencakup kawasan suaka alam, hutan lindung, dan hutan
produksi. Pada tahun 2013 saja, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan mengatakan
bahwa 60 persen hutan di Indonesia rusak akibat ketidakpedulian masyarakat,
serta hutan yang beralih fungsi sebagai kota. Itu belum termasuk pembalakan
liar. Jadi bisa anda pikirkan di Indonesia sudah minim tempat resapan air dan
wajar bila sering terjadi banjir dan longsor.
4.
Korupsi
Tidak di sekolah
ataupun dirumah, Saat kecil sampai sekarang pun kita diajarkan untuk tidak
mengambil sesuatu yang bukan milik kita. Kita diajarkan juga untuk tidak
berbohong dan selalu mengembalikan barang yang kita pinjam dan tidak lupa
mengucapkan terima kasih. Namun saat kita dewasa, banyak sekali kesempatan dan godaan
yang membuat kita ingin lebih dan lebih lagi. Contohnya satu proyek dengan
anggaran 100 juta akan kita laporkan pada pusat sebesar 200 juta. kemudian akan
terus berlanjut pada proyek selanjutnya dan akan masuk ke nilai milliar
bahkan trilliunan. Namun apakah anda tahu bahwa uang yang anda ambil itu bukan
milik anda? bila anda tahu kenapa masih dilanjutkan?
Saat saya kecil dulu,
saya pernah ketahuan mencuri uang milik orang tua, mereka tidak memukul saya.
Namun mereka mengatakan satu hal padaku “Jangan
pernah mengambil sesuatu yang bukan milikmu, Bila kau ingin menginginkan barang
tersebut, bekerja keraslah sampai kau memiliki uang yang cukup untuk membeli
barang tersebut. Karena saat kau mendapatkanya dengan hasil keringat sendiri,
maka rasa memiliki akan timbul dalam dirimu”.
5.
Budaya Antri
Peraturan untuk antri
sendiri dilakukan agar suatu proses berjalan tertib dan terstruktur. Saat kecil
kita diajarkan oleh Orang tua atau Guru kita untuk selalu tertib dengan cara
antri. Saat ini anda dapat melihat di berita saat ada pembagian zakat atau
sembako gratis. Selalu ada korban yang pingsan bahkan meninggal. Dan lagi-lagi
panitia penyelenggara yang akan disalahkan atas kejadian ini. Namun bila mereka
mau tertib dan menunggu antrian, mungkin kejadian tersebut tidak akan terjadi.
Satu hal lagi jumlah panitia tidak sebanding dengan mereka yang antri untuk
zakat.
Sebenarnya budaya
mengantri dilakukan selain agar pembagian menjadi tertib dan teratur, juga
untuk melatih kesabaran kita dalam mencapai sesuatu. Namun saat kita dewasa
pola pikir berubah, kita semua menjadi tidak sabar dan mengharapkan sesuatu
yang instant dan cepat. Kita menjadi lupa bahwa orang di depan atau belakang
kita menpunyai HAK yang sama dengan
kita.
6.
garis lampu lalu lintas
Saat kita memutuskan
untuk membuat SIM (Surat Ijin Mengemudi) kita diharuskan mengisi sekitar 50
pertanyaan tulisan. Salah satu pertanyaan bertuliskan, Dimana saya seharusnya
berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah?? Jika anda menjawab di belakang
garis putih lalu lintas, bearti anda benar.
Namun saat berada di
jalan apakah anda menemui hal seperti ini? Kenapa harus maju sampai keluar
garis depan bila lampu lalu lintas sedang berwarna merah? Dan saat kita mencoba
untuk tertib dengan berhenti sebelum garis lalu lintas, selalu ada pengendara
yang membunyikan klakson agar kita maju. Hal ini juga membuat para pejalan kaki
yang ingin menyeberang pun menjadi terganggu. Dan parahnya secara tidak
langsung, anda telah merebut hak para pejalan kaki untuk melintas.
Dari 6 poin diatas,
terdapat kesamaan yaitu manusia memiliki sifat “Serakah” yang luar biasa
besarnya. Sifat serakah sendiri tidak mungkin dihilangkan, namun dapat di
perkecil. Jika saja kita mau bersabar lebih lama dalam mengapai sesuatu yang
kita inginkan. Saya sendiri masih sering berbuat hal seperti diatas, namun saya
mau mencoba untuk lebih sabar agar hak orang-orang yang di sekitar tidak saya
rebut.
"Jika kalian tidak tahu cara memperbaikinya, tolong berhenti merusaknya" - Severn Suzuki
Sedih saya bacanya. di daerah saya, tawuran sudah jadi hal yang biasa. mereka yang tawuran apa tidak sadar, kalau mereka da ngerusak fasilitas umum dan rumah warga. miris. artikel ini benar-benar bagus pak. salam kenal ya
ReplyDeleteKalo masih kecil belajar untuk jujur, udah besar malah belajar ackting dengan sebuah kebohongan
ReplyDeleteitulah indonesia
ReplyDelete